Rabu, 04 November 2015

Makalah Etika Bisnis




                     BAB 1
Pendahuluan

Akhir-akhir ini makin banyak dibicarakan perlunya pengaturan tentang perilaku bisnis terutama menjelang mekanisme pasar bebas. Dalam mekanisme pasar bebas, ada kebebasan luas kepada pelaku bisnis untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi. Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme pasar. Tumbuhnya perusahaan-perusahaan besar berupa grup-grup bisnis raksasa yang memproduksi barang dan jasa melalui anak-anak perusahaannya yang menguasai pangsa pasar yang secara luas menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat banyak, khususnya pengusaha menengah ke bawah. Kekhawatiran tersebut menimbulkan kecurigaan telah terjadinya suatu perbuatan tidak wajar dalam pengelolaan bisnis mereka dan berdampak sangat merugikan perusahaan lain bahkan masyarakat.

Dalam persaingan antar perusahaan terutama perusahaan besar dalam memperoleh keuntungan sering kali terjadi pelanggaran etika berbisnis, bahkan melanggar peraturan yang berlaku. Demikian pula sering terjadi perbuatan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan pihak birokrat dalam mendukung usaha bisnis pengusaha besar atau pengusaha keluarga pejabat. Peluang-peluang yang diberikan pemerintah pada masa orde baru telah memberi kesempatan pada usaha-usaha tertentu untuk melakukan penguasaan pangsa pasar secara tidak wajar. Keadaan tersebut didukung oleh orientasi bisnis yang tidak hanya pada produk dan kosumen tetapi lebih menekankan pada persaingan sehingga etika bisnis tidak lagi diperhatikan dan akhirnya telah menjadi praktek monopoli, persengkongkolan dan sebagainya.

Pelanggaran etika bisnis dan persaingan tidak sehat dalam upaya penguasaan pangsa pasar terasa semakin memberatkan para pengusaha menengah kebawah yang kurang memiliki kemampuan bersaing karena perusahaan besar telah mulai merambah untuk menguasai bisnis dari hulu ke hilir.

Dalam efisiensi pengeluaran suatu perusahaan memang banyak hal yang biasa di lakukan mulai dari pengalihan anggaran perusahaan hingga peralihan sistem, akan tetapi dalam prakteknya banyak perusahaan yang lebih memilih cara-cara kotor untuk melakukan efisiensi pengeluaran biaya operasional perusahaan yang tentunya akan mempunyai dampak negatif bukan hanya terhadap stakeholders perusahaan namun juga masyarakat luas

Dalam beberapa periode belakangan banyak sekali kasus pelanggaran yang di lakukan perusahaan di kawasan Sumatera dan Kalimantan khususnya perusahan kelapa sawit yang mereka dengan sengaja melakukan pembakaran hutan ketika ada pembukaan lahan baru. Mungkin bagi perusahaan akan sangat menghemat anggaran dan waktu mereka untuk melakukan pembukaan lahan baru daripada membersihkan semak dengan alat secara manual.

Mereka seperti acuh dengan adanya pembakaran lahan tersebut bahkan terkesan” lempar batu sembunyi tangan” akan akibat yang di timbulkan dari ulah mereka. Hal ini pula yang membuat kami tertarik untuk mengupas lebih dalam hal ini. Kami berharap wawasan kita akan lebih luas dengan adanya makalah ini.

            I                               BAB 2
Landasan Teori

Bisnis dalam arti luas adalah suatu istilah umum yang menggambarkan suatu aktivitas dan institusi yang memproduksi barang dan jasa dalam kehidupan sehari-hari (Amirullah, 2005:2).

Menurut Bukhori Alma (1993:2), bisnis adalah sejumlah total usaha yang meliputi pertanian, produksi, konstruksi, distribusi, transportasi, komunikasi, usaha jasa dan pemerintah, yang bergerak dalam bidang membuat dan memasarkan barang dan jasa kepada konsumen.

Menurut Louis E. Boone (2007:5), bisnis (bussines) terdiri dari seluruh aktivitas dan usaha untuk mencari keuntungan denganmenyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan bagi system perekonomian, beberapa bisnis memproduksi barang berwujudsedangkan yang lain memberikan jasa.Sedangkan perilaku merupakan tindakan seseorang dalamkehidupan sehari-hari.

Oleh karena itu, bisnis merupakan tindakan individu dan sekelompok orang yang menciptakan nilai melalui 12 penciptaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan memperoleh keuntungan melalui transaksi.

a     Jenis - jenis Bisnis

Menurut Indriyo Gito Sudarmo (1993: 3), ada beberapa macam jenis bisnis, untuk memudahkan mengetahui pengelompokannya maka dapat dikelompokkan sebagai berikut:

Ekstraktif, yaitu bisnis yang melakukan kegiatan dalam bidang pertambangan atau menggali bahan-bahan tambang yang terkandung di dalam perut bumi.
Agraria, yaitu bisnis yang menjalankan bisnisnya dalam bidang pertanian.
Industri, yaitu bisnis yang bergerak dalam bidang industri.
 Jasa, yaitu bisnis yang bergerak dalam bidang jasa yang menghasilkan produk-produk yang tidak berwujud.



b     Elemen Bisnis

Elemen bisnis yang utama dan merupakan sumber daya yang kompetitif bagi sebuah bisnis terdiri dari empat elemen utama yaitu:

1.     Modal, yaitu sejumlah uang yang digunakan dalam menjalankan kegiatan-kegiatan bisnis.
2.     Bahan material, yaitu bahan-bahan yang terdiri dari sumber daya alam, termasuk tanah, kayu, mineral, dan minyak. Sumber daya alam tersebut disebut juga sebagai faktor produksi yang dibutuhkan dalam melaksanakan aktivitas bisnis untuk diolah dan menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat.
3.     Sumber daya manusia, yaitu sumber daya yang berkualitas yang diperlukan untuk kemajuan sebuah bisnis.
4.     Keterampilan manajemen artinya suatu bisnis yang sukses adalah suatu bisnis yang dijalankan dengan manajemen yang efektif. Sistem manajemen yang efektif adalah sistem yang dijalankan berdasarkan prosedur dan tata kerja manajemen.


c     Etika Bisnis
         

Etika berasal dari kata Yunani yaitu ethos yang berarti cara berfikir atau kebiasaan. Bentuk jamaknya adalah ta etha, yang berarti adat istiadat. Dalam hal ini, kata etika sama pengertiannya dengan moral. Menurut Suhardana (2006) dalam Sukirno Agus dan I Cekik
Ardana (2009: 127-128) istilah lain dari etika adalah susila, su artinya baik, sila artinya kebiasaan. Jadi susila berarti kebiasaan atau tingkah laku perbuatan manusia yang baik.

Menurut Lawrence, Weber, dan Post (2005) dalam Sukirno Agus dan I Cekik Ardana (2009: 127-128) etika adalah suatu konsepsi tentang perilaku benar dan salah. Etika menjelaskan kepada kita apakahperilaku kita bermoral atau tidak berkaitan dengan hubungan kemanusiaan yang fundamental, bagaimana kita berpikir dan bertindak kepada orang lain dan bagaimana kita inginkan meraka berpikir dan bertindak terhadap kita. Menurut David P. Baron (2005) dalam Sukirno Agus dan I Cekik Ardana (2009: 127-128) etika adalah suatu pendekatan sistematis atas penilaian moral yang didasarkan atas penalaran, analisis, sintetis, dan reflektif.

Menurut Muslich (2004: 9) etika bisnis dapat diartikan sebagai pengetahuan tentang tata cara ideal pengaturan dan pengelolaan bisnisyang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secarauniversal dan secara ekonomi/sosial, dan pengetrapan norma dan moralitas ini menunjang maksud dan tujuan kegiatan bisnis.

Etika bisnis terkait dengan masalah penilaian terhadap kegiatan dan perilaku bisnis yang mengacu pada kebenaran atau kejujuran berusaha (Murti Sumarni, 1995:21). Chandra R (1998: 20) menambahkan bahwa perubahan-perubahan besar dalam oraktik pengelolaan bisnis dewasa ini menyebabkan perhatian terhadap etika bisnis semakin penting. Oleh karena itu, etika bisnis merupakan pengetahuan pedagang tentang tata cara pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas melalui penciptaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan memperoleh keuntungan melalui transaksi.


d.     Prinsip-prinsip Etika Bisnis

Etika bisnis memiliki prinsip-prinsip yang bertujuan memberikan acuan cara yang harus ditempuh oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya. Muslich (2004: 18-20) menyatakan bahwa prinsip-prinsip etika bisnis meliputi:
1          1.     Prinsip ekonomi
Perusahaan secara bebas memiliki wewenang sesuai dengan bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya dengan visi dan misi yang dimilikinya dalam menetapkan kebijakan perusahaan harus diarahkan pada upaya pengembangan visi dan misi perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran, kesejahteraan para pekerja, komunitas yang dihadapinya.

             2.  Prinsip kejujuran
Kejujuran menjadi nilai yang paling mendasar dalam mendukung keberhasilan kinerja perusahaan. Dalam hubungannya dengan lingkungan bisnis, kejujuran diorientasikan kepada seluruh pihak yang terkait dengan aktivitas bisnis. Dengan kejujuran yang dimiliki oleh suatu perusahaan maka masyarakat yang ada di sekitar lingkungan perusahaan akan menaruh kepercayaan yang tinggi bagi perusahaan tersebut.


3.     Prinsip niat baik dan tidak berniat jahat
 Prinsip ini terkait erat dengan kejujuran. Tindakan jahat tentu tidak membantu perusahaan dalam membangun kepercayaan masyarakat, justru kejahatan dalam berbisnis akan menghancurkan perusahaan itu sendiri. Niatan dari suatu tujuan terlihat cukup transparan misi, visi dan tujuan yang ingin dicapai dari suatu perusahaan.

4.     Prinsip adil
 Prinsip ini menganjurkan perusahaan untuk bersikap dan berperilaku adil kepada pihak-pihak bisnis yang terkait dengan sistem bisnis tersebut.

5.     Prinsip hormat pada diri sendiri
 Prinsip hormat pada diri sendiri adalah cermin penghargaan yang positif pada diri sendiri. Hal ini dimulai dengan penghargaan terhadap orang lain. Menjaga nama baik merupakan pengakuan atas keberadaan perusahaan tersebut.

e.     Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Etika Bisnis
 Dalam etika bisnis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: 
 1.     Etika bisnis produksi
Produksi merupakan kegiatan untuk meningkatkan nilai guna suatu barang atau jasa. Dalam etika menentukan produk dalam rangka mempertemukan apa dan bagaimana keinginan dan kebutuhan konsumen, berkaitan erat dengan hal-hal sebagai berikut:
·        produk yang berguna dan dibutuhkan
·        produk yang berpotensi menghasilkan keuntungan nilai tambah yang tinggi
·        jumlah yang dibutuhkan dan mendapatkan keuntungan
dapat memuaskan konsumen secara positif (Muslich, 2004:97).
         2.     Etika bisnis promosi dan pemasaran
Kegiatan promosi dan pemasaran merupakan ujung tombak dari kegiatan bisnis yang dijadikan pendukung utama dalam menggembangkan bisnis. Menurut William J. Stanton dalam (Basu Swasta dan Sukotjo, 1995; 179) pemasaran adalah suatu system keseluruhan dari kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik pembeli yang ada maupun pembeli yang potensial.

Menurut Muslich (2004: 93-94) hal yang penting dalam promosi menurut etikanya adalah kebenaran dan kejujuran obyektivitas pesan faktual yang disampaikan dengan tujuan untuk membangun kepercayaan dan loyalitas masyarakat terhadap perusahaan.

3.     Etika bisnis distribusi
Prinsip distribusi produk dimaksudkan untuk mencapai ketepatan dan kecepatan waktu datangnya barang ketangan konsumen, keamanan yang terjaga dari kerusakan, sarana kompetisi dalam ketepatan memenuhi kebutuhan masyarakat. Etika bisnis dalam kegiatan distribusi yaitu kecepatan dan ketepatan produk ditangan konsumen dengan mudah pada saat dibutuhkan. Jika bisnis melakukan penimbunan atas produk maka akibatnya tidak terdapat ketersediaan produk yang cukup dapat menyebabkan kelangkaan. Penimbunan barang dengan tujuan mendapatkan keuntungan yang maksimal hal ini tidak sesuai dengan etika bisnis.

4.     Etika bisnis dalam kompetisi
Sebuah kegiatan bisnis tidak bisa terlepas dari kompitisi antar pelaku bisnis. Menurut Muslich (2004:108) prinsip etika yang dapat dikembangkan dalam kompetisi berdasarkan landasan-landasan yang berlaku.


f.      Pentingnya Etika Bisnis

Bisnis dipahami sebagai suatu proses keseluruhan dari produksi yang dirumuskan sebagai usaha memaksimalkan keuntungan perusahaan dan meminimumkan biaya produksi. Oleh karena itu, bisnis seringkali menetapkan pilihan strategis berdasarkan nilai dimana pilihan tersebut didasarkan atas keuntungan dan kelangsungan hidup perusahaan. Menurut Muhammad (2004: 60-61), pentingnya etika bisnis dalam kelangsungan perusahaan adalah sebagai berikut:

Tugas utama etika bisnis dipusatkan pada upaya mencari cara untuk menyelaraskan kepentingan strategis sustu bisnis dengantuntunan moralitas.
Etika bisnis bertugas melakukan perubahan kesadaran masyarakat tentang bisnis dengan memberikan suatu pemahaman.

BAB 3

Pembahasan
Sudah ada sekitar satu bulan terakhir wilayah di Sumatera dan Kalimantan di selimuti asap tebal yang membahayakan. Hal ini di sebabkan karena ulah segelintir orang yang ingin membuka lahan perkebunan kelapa sawit. Mereka membuka lahan dengan cara yang tidak sepantasnya di lakukan yaitu dengan membakar lahan sehingga menyebabkan polusi asap yang membahayakan.
Pemerintah menaruh perhatian serius terhadap peristiwa ini namun pemerintah belum menjadikan peristiwa ini sebagai bencana nasional. Tentu hal ini sangat menghawatirkan banyak pihak karena paparan asap yang berbahaya dapat menyebabkan gangguan pada system pernafasan.
Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Badrodin Haiti mengatakan pihaknya telah menetapkan tujuh perusahaan sebagai tersangka pelaku pembakaran hutan. Ketujuh perusahaan tersebut beroperasi di Sumatra Selatan dan Kalimantan Tengah.“Secara keseluruhan kami telah menetapkan 140 tersangka, tujuh di antaranya ialah korporasi. Tadi pagi juga sudah ada yang ditangkap,” kata Badrodin dalam konferensi pers di kantor presiden, Jakarta. Ketujuh perusahaan itu adalah PT RPP di Sumatra Selatan, PT BMH di Sumsel, PT RPS di Sumsel, PT LIH di Riau, PT GAP di Kalimantan Tengah, PT MBA di Kalimantan Tengah, dan PT ASP di Kalteng.
Selain menetapkan ketujuh perusahaan itu sebagai tersangka, Badrodin mengatakan ada 20 perusahaan lainnya yang berada dalam proses penyidikan. Adapun yang menjadi dasar hukum dalam proses penyidikan ialah :
 Undang-Undang Perkebunan 39 tahun 2014 pasal 108

·        Setiap Pelaku Usaha Perkebunan yang membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara membakar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Undang-Undang Kehutanan pasal 50

·        Setiap orang dilarang merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan.
·        Setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan.
·        Setiap orang dilarang mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah merambah kawasan hutan
Undang-Undang Kehutanan pasal 78

·        Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

d.     UU No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 116.

·        Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha dan/atau orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.

·        Apabila tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang, yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain yang bertindak dalam lingkup kerja badan usaha, sanksi pidana dijatuhkan terhadap pemberi perintah atau pemimpin dalam tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut dilakukan secara sendiri atau bersama

Tentu hal ini jelas melanggar etika dalam melakukan usaha atau dalam berbisnis. Aneh nya hal yang tak sepatutnya tidak di lakukan ini seakan-akan menjadi hal wajib setiap tahunya dalam pembukaan lahan baru di kawasan Sumatera dan Kalimantan. Mungkin penambahan sanksi yang lebih berat harus di berikan guna memberikan efek jera terhadap oknum pembakah hutan ini. Kapolri sendiri sudah mengutarakan sendiri pendapatnya mengenai sanksi bagi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab ini.
 “Saya menyarankan agar pemerintah selaku regulator memberikan sanksi tambahan bagi perusahaan-perusahaan yang tidak beriktikad baik ini dengan memberikan blacklist sehingga ke depan permohonan perizinan usaha yang sama bisa ditolak,” kata Badrodin.
Sementara itu, Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Siti Nurbaya, mengatakan harus ada penegakan hukum paralel. Artinya, suatu pihak yang dijadikan tersangka oleh kepolisian dalam hukum pidana, bisa dikenai sanksi administratif dan gugatan perdata oleh pemerintah. “Karena itu, ada sembilan gugatan perdata yang tengah kami persiapkan. Kami juga siapkan sanksi administratif dengan menyesuaikan data kepolisian. Tidak lama itu, sebulan ini kita selesaikan,” kata Siti.
Sanksi administratif berupa tiga macam, yakni paksaan penghentian kegiatan, membekukan ijin usaha, hingga pencabutan izin usaha.
Sebelumnya, aktivis lingkungan menilai kelemahan aparat hukum dalam menangani isu lingkungan serta sanksi hukuman yang ringan sebagai penyebab berulangnya kasus pembakaran hutan dari tahun ke tahun.
Aktivis koalisi pemantau pengrusakan hutan (Eyes on the forest) di Provinsi Riau, Afdhal Mahyuddin mengatakan, dirinya menyambut baik niat pemerintah untuk menindak tegas perusahaan-perusahaan yang terbukti membakar hutan, tetapi dia skeptis upaya itu dapat membuat efek jera.
Direktur Eksekutif lembaga Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) di Provinsi Riau, Rico Kurniawan, mengatakan sanksi selama ini berhenti pada pernyataan dan tanpa tindak lanjut konkret. "Ada tiga perusahaan di Riau yang dikenai vonis. Meskipun vonisnya ringan, tapi titik api berkurang jauh di lahan konsesi perusahaan-perusahaan itu. Namun, perusahaan yang dinyatakan sebagai tersangka pada 2013 dan 2014, tahun ini mereka membakar lagi. Artinya, vonis harus diterapkan dan bukan sekadar pepesan kosong," kata Rico.
Pencabutan izin perusahaan pembakar lahan, menurutnya, akan memberikan efek sekaligus mematahkan anggapan bahwa ijin diberikan pada perusahaan yang memiliki 'bekingan'. "Diduga kuat bahwa penerbitan izin itu penuh dengan bekingan. Ini harus diterobos. Kita mengharapkan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup berani bertindak," tambahnya.
Adanya ketegasan dari pemerintah sangat di perlukan dalam hal ini. Pencabutan izin usaha mungkin harus di jadikan jurus pamungkas pemerintah untuk memberikan efek jera terhadap oknum pembakar hutan tersebut.

Aksi pemerintah memenjarakan atau menuntut individu serta perusahaan yang diduga membakar lahan tak akan cukup untuk mencegah kabut asap berulang. Fakta dan kesimpulan ini terungkap dalam penelitian tentang 'Ekonomi Politik Kebakaran Hutan dan Lahan' dari peneliti Center for International Forestry Research (CIFOR) Herry Purnomo.
Kerumitan di lapangan, menurut Herry, terjadi karena para pelaku pembakar hutan, baik masyarakat maupun kelas-kelas menengah dan perusahaan selalu berhubungan dengan orang-orang kuat, baik di tingkat kabupaten, nasional, bahkan sampai tingkat ASEAN. Tidak mudah bagi bupati yang akan menuntut pembakar hutan, bisa jadi yang punya kebun kelapa sawit berhubungan dengan partai tertentu yang kuat di daerah, sehingga bupati atau gubernur tidak dapat secara mudah bertindak, harus melihat konstelasi politik.
Aktor-aktor tersebut, berdasarkan hasil penelitiannya, bekerja seperti bentuk "kejahatan terorganisir". Ada kelompok-kelompok yang menjalankan tugas berbeda, seperti mengklaim lahan, mengorganisir petani yang melakukan penebasan atau penebangan atau pembakaran, sampai tim pemasaran dan melibatkan aparat desa.
Namun tak hanya di tingkat pusat, pemilik lahan bisa saja kerabat penduduk desa, staff perusahaan, pegawai di kabupaten, pengusaha, atau investor skala menengah dari Jakarta, Bogor, atau Surabaya.
Masing-masing kelompok yang melakukan aktivitas pembukaan lahan akan mendapat persentase pemasukan sendiri, namun rata-rata, pengurus kelompok tani mendapat porsi pemasukan terbesar, antara 51%-57%, sementara kelompok petani yang menebas, menebang, dan membakar mendapat porsi pemasukan antara 2%-14%.
Dalam penelitiannya, Herry menemukan bahwa harga lahan yang sudah dibersihkan dengan tebas dan tebang ditawarkan dengan harga Rp8,6 juta per hektar. Namun, lahan dalam kondisi 'siap tanam' atau sudah dibakar malah akan meningkat harganya, yaitu Rp11,2 juta per hektar.
Lalu tiga tahun kemudian, setelah lahan yang sudah ditanami siap panen, maka perkebunan yang sudah jadi itu bisa dijual dengan harga Rp40 juta per hektar. Kenaikan nilai ekonomi dari lahan inilah yang membuat aktor-aktor yang diuntungkan berupaya agar kebakaran hutan dan lahan terjadi terus-menerus.

Selain itu, dalam pola jual beli lahan, penyiapan lahan menjadi tanggung jawab pembeli, jika akan dibakar atau dibersihkan secara mekanis. Semakin murah biaya pembersihan, untung pembeli akan semakin besar. Sebagai perbandingannya, menurut Herry, per hektar lahan yang dibakar biayanya $10-20, sementara untuk lahan yang dibersihkan secara mekanis membutuhkan $200 per hektar. Penelitian Herry dilakukan di 11 lokasi di empat kabupaten di Riau, yaitu Rokan Hulu, Rokan Hilir, Dumai, dan Bengkalis menggunakan metode pemetaan, survei, dan pendekatan kebijakan. Di Riau, ada 60 perkebunan kelapa sawit dan 26 hutan tanaman industri.
Perusahaan atau individu di daerah yang menjadi pemilik perkebunan kelapa sawit di daerah bisa menemukan patron-patron politik di tingkat lokal. Herry mencontohkan, "Misalkan ada perusahaan-perusahaan skala kecil yang punya patron partai politik sangat kuat di kabupaten itu yang berpengaruh ke proses-proses pengambilan keputusan dan penegakan hukum di daerah tersebut. Bisa jadi mereka pendukung kuat dari petahanan."
Pemain di tingkat menengah atau 'cukong', Herry menemukan bisa siapa saja. "Dari oknum pegawai pemerintah, polisi, tentara, peneliti, bisa terlibat, bisa punya sawit sampai ratusan hektar dan dalam proses pengembangan sawitnya bisa melakukan pembakaran untuk menyambut musim hujan berikutnya," ujarnya.
Aktor-aktor inilah yang tak terbaca atau tertangkap dalam pola penegakan hukum yang terjadi sekarang untuk menangani kabut asap. Untuk menemukannya, maka penting untuk menelusuri ke mana produk kelapa sawit dari perkebunan-perkebunan tersebut disalurkan.
Terhadap temuan ini, juru bicara Gabungan Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Tofan Mahdi, mengatakan, ada 2.500 perusahaan kelapa sawit kelas kecil dan menengah, dan total hanya ada 635 perusahaan yang menjadi anggota GAPKI.

Yang jadi anggota kita saya yakin tidak ada yang membakar lahan, karena kita kontrol sampai bawah. Di luar anggota GAPKI, kami tak punya instrumen atau kepentingan, tapi kita mengimbau, mendukung apa yang disampaikan oleh gubernur Kalsel misalnya agar perusahaan kelapa sawit kecil dan menengah untuk jadi anggota GAPKI agar kontrolnya lebih gampang," ujarnya.
Namun, Tofan mengakui bahwa mereka belum memiliki metode yang ketat dalam melakukan pengawasan sampai ke bawah. "Tapi GAPKI punya standar, punya requirement, memenuhi aturan yang sesuai dengan regulasi di pusat, lokal, dan daerah," katanya.
Akan tetapi beberapa waktu lalu ada perusahaan yang merupakan anggota GAPKI yang menjadi tersangka atas tuduhan pembakaran lahan. Dan yang lebih ironis adalah bukan cuma perusahaan lokal saja yang menjadi biang keladi pembakaran hutan, ada sekitar dua perusahaan asing yang sedang di periksa oleh pihak kepolisian terkait hal ini dan dua perusahaan tersebut berasal dari negeri jiran Malaysia.
Tentu sebagai sebuah perusahaan atau pelaku bisnis haruslah menjunjung tinggi etika atau aturan yang berlaku. Bukan cuma masalah profit bagi perusahaan tetapi juga harus memperhatikan dampak dari tindakan yang di lakukan perusahaan. Dimana yang seharusnya adanya perusahaan itu member dampak positif malah justru menyebabkan bencana bagi masyarakat sekitar. 
                

III.                                    BAB 4
Kesimpulan

Dalam makalah yang berjudul “Paparan Asap Bumi Khatulistiwa” tentu sudah jelas di terangkan bahwa dampak dari segelintir perusahaan yang tidak bertanggung jawab dapat menyebabkan dampak yang luar biasa bagi kehidupan masyarakat banyak. Alih-alih ingin mengurangi pengeluaran biaya operasional, mereka rela mengorbankan orang lain dengan di paksa menghirup asap berbahaya dari kebakaran lahan.
Padahal jelas adanya etika dalam bisnis adalah supaya setiap apa-apa yang di jalankan dalam bisnis selalu ada regulasi yang jelas dan berlandaskan aturan yang jelas. Bukan hanya target untuk memperoleh profit yang tinggi tetapi juga untuk menjaga kepentingan bersama. Etika ini yang kadang terabaikan oleh perusahaan yang selalu mengejar target keuntungan tinggi sehingga prinsip serta aturan atau etika dalam menjalankan usaha di abaikan begitu saja dan cenderung mencari kambing hitam dan terkesan lempar tangan akan akibat yang di timbulkan dari ulahnya. Kami sebagai mahasiswa menghimbau agar semua pelaku bisnis agar menaati aegala aturan yang sudah di jadikan regulasi oleh pemerintah agar tidak ada kerugian dari pihak manapun dan tentunya dapat menjaga lingkungan sekitar agar tetap lestari. Sekian makalah ini kami buat, atas perhatianya kami ucapkan terima kasih.




Senin, 11 Mei 2015

Belajar Usaha

Sebagian besar dari penduduk Indonesia setelah selesai sekolah atau kuliah lebih cenderung untuk menjadi seorang karyawan atau pegawai negeri. tentu itu bukan hal yang salah, karena sebagian besar dari mereka memilih untuk mengamankan masa depan tanpa harus menanggung kerugian walaupun masa depan yang akan mereka dapatkan akan flat. Hanya sebagian kecil dari penduduk Indonesia yang memilih untuk terjun ke dunia usaha, biasanya mereka beralasan kecilnya modal serta takut menanggung kerugian usaha. Memang seorang pengusaha di tuntut untuk memiliki daya juang yang tinggi dan kegigihan dalam mengembangkan usaha yang digelutinya. Dan sifat seperti itu tentu hanya di miliki oleh sebagian orang sehingga mereka yang berhasil adalah orang-orang yang benar-benar bermental kuat.

Indonesia saat ini hanya memiliki jumlah pengusaha kurang dari 2 %, yaitu sekitar 1,65 % dari kurang lebih 238 juta penduduk Indonesia. Tentu hal itu akan menghambat pertumbuhan Indonesia menuju negara maju jika presentase jumlah pengusaha tidak naik. Padahal potensi Indonesia yang sangat kaya ini harusnya bisa di manfaatkan untuk memajukan perekonomian negara. Berikut tips untuk menjalankan usaha :

1. Survey

Melihat pelaku usaha lain adalah hal yang wajib kita lakukan untuk mengetahui apa keunggulan atau kelemahan dari produk-produk di sekitar kita sehingga produk yang akan kita hasilkan lebih dari produk yang lain.

2. Design Store

Design tempat usaha atau store adalah satu aspek yang perlu di perhatikan, karena konsumen pertama kali bukanlah melihat produk tetapi melihat tampilan store, sehingga kondisi tempat usaha harus di perhatikan dengan baik.

3. Kualitas

Salah satu hal yang bisa berdampak panjang bagi kelangsungan suatu usaha adalah kualitas product. Dengan adanya kualitas yang baik konsumen akan menjadi percaya dengan produk yang kita hasilkan dan secara otomatis hal tersebut bisa mendatangkan hal positif pada usaha kita.

4. Pelayanan

"Pembeli adalah raja" tentu pepatah itu sering kita dengar, dan dalam menjalankan usaha pepatah tersebut harus selalu kita pegang sebab pelayanan yang baik adalah hal yang penting dalam berbisnis.